BAHAYA
LATEN GERAKAN RADIKALISME
(Reflektivitas
Terhadap Gerakan Radikalisme Di Nusantara)
Oleh: Muh.
Alifuddin
IMM Cabang Bima
Abstrak:

Radikalisme Islam
sebagai fenomena historis-sosiologis merupakan masalah yang banyak dibicarakan
dalam wacana politik dan peradaban global akibat kekuatan media yang memiliki
potensi besar dalam menciptakan persepsi masyarakat dunia. Banyak label label
yang diberikan oleh kalangan Eropa Barat dan Amerika Serikat untuk menyebut
gerakan Islam radikal, dari sebutan kelompok garis keras, ekstrimis, militan,
Islam kanan, fundamentalisme sampai terrorisme. Bahkan di negara-negara Barat
pasca hancurnya ideologi komunisme (pasca perang dingin) memandang Islam
sebagai sebuah gerakan dari peradaban yang menakutkan. Tidak ada gejolak
politik yang lebih ditakuti melebihi bangkitnya gerakan Islam yang diberinya
label sebagai radikalisme Islam. Tuduhan-tuduhan dan propaganda Barat atas
Islam sebagai agama yang menopang gerakan radikalisme telah menjadi retorika
internasional, karya ini bertujuan untuk menjadi bagian dari renungan kritis
(Reflektivitas) bagi penulsi terhadap isu Gerakan Radikalsime dan Terorisme di
Dunia maupun di Nusnatara.
Kata Kunci: Gerakan Radikalisme, Reflektivitas Gerakan
Radikalisme Nusantara
A.
Pendahuluan
Cikal bakal lahirnya Gerakan terorisme adalah berawal dari suatu Paham atau aliran yang di sebut radikalisme,
Fenomena radikalisme internasional muncul akibat percaturan politik
internasional atau dalam hubungan internasional telah ada sebagai fenomena yang
eksistensinya muncul pada era 1960-an ketika aktivitas terorisme telah banyak
terjadi di berbagai belahan dunia Kelompok-kelompok yang bermotivasi untuk
menentang status quo politik dengan jalan kekerasan dan mengorganisis
upaya mereka secara transnasional, melampaui batas-batas wilayah Negara. Akan
tetapi, posisi dari Radikalisme yang menciptakan terorisme internasional sekali
lagi ditegaskan sebagai non-state actor layaknya MNC, TNC, lembaga-lembaga
internasional non-pemerintah, lembaga keuangan maupun organisasi-organisasi
pada level internasional lainnya. Dikatakan sebagai aktor bukan Negara pada
level internasional, karena pada dasarnya yang terlibat di dalamnya baik
anggota, jaringan dan tujuan dari aksinya berada pada skala
internasional.
Kalaim radikalisme muncul sebagai bagian dari
fenomena yang dihasilkan oleh sistem internasional. Ketidakpuasan terhadap
keputusan-keputusan organisasi internasional, seperti halnya PBB yang dalam
sudut pandang kelompok Radikalisme lebih cenderung sebagai representasi
kepentingan Negara-negara barat telah membuat mereka tidak percaya dan frustasi
terhadap efektifitas dari lembaga-lembaga tersebut dalam mengatasi isu-isu
global.
Paham Radikalisme merupakan salah satu ancaman nyata terhadap
kehidupan dunia global. Dampak dari gerakan radikal dan teroris dapat
berimplikasi terhadap dinamika ekonomi dan politik yang dapat mengalami
guncangan yang tidak kecil, sehingga mampu menciptakan rasa tidak aman pada
masyarakat luas. Kekerasan yang mengatasnamakan agama/keyakinan sering sering
dikaitkan ke dalam ranah radikalisme dan terorisme, semenjak dicetuskannya
program Global War on Terror (GWoT) oleh Amerika Serikat setelah peristiwa 11
September 2001. Label kekerasan dan ekstrim yang melekat menciptakan
pandangan/asumsi bahwa antara radikalisme dan terorisme (khususnya yang
mengatasnamakan agama) memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Khusunya di Nusantara (Indonesia) yang merupakan Negara
berkembang dengan sejuta SDM yang melimpah, menjadi target Ekonomi Dunia, lewat
itu Negara-Negara Fasis berlindung di bawah sistem kapitalis untuk menguasai
suatu wilayah, Indoneisa merupakan Negara yang mayoritas beragama Islam dan
salahsatu Negara yang Mayoritas Islam terbesar di Dunia sehingga menjadi
ancaman besar bagi Negara-begara Fasis seperti AS dalam menjalankan sistem
Raksasanya, sebab akan muncul generasi –generasi Islam yang akan menggugat
tentang konspirasi busuknya di hadapan dunia, dengan demikain Negara-Negara
Fasis (AS) menciptakan Isu Kekerasan (Radikalsime dan terorisme) adalah sebuah
Proyek yang mengintimidasi gerakan Revolusi Islam, Maka dari itu penulis
sekedar melakukan “Reflektivitas”
terhadap fenomena paham radikalisme, hingga munculnya terorisme di dunia serta
di Nusantara yang akhir-akhir ini selalu menjadi kosumsi bagi masyarakat
Indonesia, lebih khusunya di Bima yang selalu di sebut sebagai Zona merah
(Sarang Teroris).
Karya Ilmiah ini ditulis untuk mengikuti Lomba Karya tulis
Ilmiah yang diselenggarakan oleh PDPM Kota Bima di Aula FKUB Kota bima sebagai
cikal bakal memotivasi generasi untuk menulis.
B.
Kajian
Teoritis
1.
Munculnya
Gerakan Radikalisme
Penegertian Radikalisme, Radikalisme dalam artian bahasa berarti
paham atau aliran yang mengingikan perubahan atau pembaharuan sosial dan
politik dengan cara kekerasan atau drastis. Namun, dalam artian lain, esensi
radikalisme adalah konsep sikap jiwa dalam mengusung perubahan. Sementara itu
Radikalisme Menurut Wikipedia adalah suatu paham yang dibuat-buat oleh
sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan
politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan.
Namun bila dilihat dari sudut pandang keagamaan dapat diartikan
sebagai paham keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat mendasar
dengan fanatisme keagamaan yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang penganut
dari paham / aliran tersebut menggunakan kekerasan kepada orang yang berbeda
paham / aliran untuk mengaktualisasikan paham keagamaan yang dianut dan
dipercayainya untuk diterima secara paksa.
Yang dimaksud dengan radikalisme adalah gerakan yang
berpandangan kolot dan sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan
mereka. Sementara Islam merupakan agama kedamaian. Islam tidak pernah
membenarkan praktek penggunaan kekerasan dalam menyebarkan agama, paham
keagamaan serta paham politik.
Munculnya gerakan radikalisme sekitar Sepuluh tahun terkhir
dunia (Islam), termasuk Indonesia, terus diguncang berbagai tindakan terorisme,
anarkisme, dan radikalisme beragama. Realitas ini jelas bukan sesuatu yang
lumrah dan tidak menyenangkan bahkan justru dapat menghancurkan citra Islam.
Hal itu secara otomatis telah menjadi tugas bagi para ulama dan pemimpin Islam
dunia dengan bersama-sama merapatkan barisan, berpegangan tangan untuk maju
bersama dalam membangun dan mengembalikan peran dan posisi Islam sebagai agama
yang ´rahmatan Lil alamin.
Sehingga kita mulai bertanya mengapa radikalisme agama itu
bisa terjadi? Mengapa agama dijadikan kendaraan untuk
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai hakiki dari agama itu
sendiri? radikalisme ditandai tiga kecenderungan umum. Pertama,
radikalisme merupakan respons terhadap kondisi yang berlangsung. Respons ini
muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan, bahkan perlawanan. Masalah yang
ditolak dapat berupa asumsi, ide, lembaga atau nilai-nilai yang dapat
bertanggung jawab terhadap kelangsungan keadaan yang ditolak. Kedua, radikalisme
tak berhenti berhenti pada upaya penolakan, melainkan terus berupaya mengganti
tatanan lain. Ciri ini menunjukkan dalam radikalisme terkandung pandangan
tersendiri. Kaum radikalis berupaya kuat menjadikan tatanan tersebut ganti dari
tatanan yang sudah ada.
Ciri-ciri
yang mengakibtakan munculnya Gerakan Radikalisme yakni:
1) Acapkali mengklaim
kebenaran tunggal. Sehingga mereka dengan mudahnya menyesatkan kelompok lain
yang tak sependapat dengannya. Mereka memposisikan diri seolah-olah
"nabi" yang diutus oleh Tuhan untuk meluruskan kembali manusia yang
tak sepaham dengannya.
2) Cenderung mempersulit
agama dengan menganggap ibadah mubah atau sunnah seakan-akan wajib dan hal yang
makruh seakan-akan haram. Sebagai contoh ialah fenomena memanjangkan jenggot
dan meninggikan celana di atas mata kaki. Bagi mereka ini adalah hal yang wajib.
Jadi mereka lebih cenderung fokus terhadap kulit dari pada isi.
3) Mereka kebanyakkan
mengalami overdosis agama yang tidak pada tempatnya. Misalnya, dalam berdakwah
mereka mengesampingkan metode gradual, "step by step", yang digunakan
oleh Nabi. Sehingga bagi orang awam, mereka cenderung kasar dalam berinteraksi,
keras dalam berbicara dan emosional dalam menyampaikan. Tetapi bagi mereka
sikap itu adalah sebagi wujud ketegasan, ke-konsistenan dalam berdakwah, dan
menjunjung misi "Amar Ma'aruf Nahi
Munkar". Sungguh suatu sikap yang kontra produktif bagi perkembangan
dakwah Islam ke depannya.
4) Mudah mengkafirkan
orang lain yang berbeda pendapat. Mereka mudah berburuk sangka kepada orang
lain yang tak sepaham dengan pemikiran serta tindakkannya. Mereka cenderung
memandang dunia ini hanya dengan dua warna saja, yaitu hitam dan putih.
5) Menggunakan cara-cara
antara lain seperti: pengeboman, penculikan, penyanderaan, pembajakan dan
sebagainya yang dapat menarik perhatian massa/publik.
Radikalisme muncul dengan Tujuan mengadakan perubahan sampai
keakarnya dan untuk ini selalu menggunakan metode kekerasan serta menentang
struktur masyarakat yang ada. Mempunyai program yang cermat dan memiliki
landasan filsafat unutk membenarkan adanya rasa ketidakpuasan dan
mengintrodusir inovasi-inovasi. Radikalisme erat sekali hubungannya dengan
revolusi.
2.
Reflektivitas
Terhadap Gerakan Radikalisme Nusantara
Munculnya isu-isu politis mengenai radikalisme Islam merupakan
tantangan baru bagi umat Islam untuk menjawabnya. Isu radikalisme Islam ini
sebenarnya sudah lama mencuat di permukaan wacana internasional.
Radikalisme Islam sebagai fenomena historis-sosiologis
merupakan masalah yang banyak dibicarakan dalam wacana politik dan peradaban
global akibat kekuatan media yang memiliki potensi besar dalam menciptakan
persepsi masyarakat dunia. Banyak label label yang diberikan oleh kalangan
Eropa Barat dan Amerika Serikat untuk menyebut gerakan Islam radikal, dari
sebutan kelompok garis keras, ekstrimis, militan, Islam kanan, fundamentalisme
sampai terrorisme. Bahkan di negara-negara Barat pasca hancurnya ideology
komunisme (pasca perang dingin) memandang Islam sebagai sebuah gerakan dari
peradaban yang menakutkan. Tidak ada gejolak politik yang lebih ditakuti
melebihi bangkitnya gerakan Islam yang diberinya label sebagai radikalisme
Islam. Tuduhan-tuduhan dan propaganda Barat atas Islam sebagai agama yang
menopang gerakan radikalisme telah menjadi retorika internasional.
Label radikalisme bagi gerakan Islam yang menentang Barat dan
sekutu-sekutunya dengan sengaja dijadikan komoditi politik. Gerakan perlawanan
rakyat Palestina, Revolusi Islam Iran, Partai FIS Al-Jazair, perilaku anti-AS
yang dipertunjukkan Mu’ammar Ghadafi ataupun Saddam Hussein, gerakan Islam di
Mindanao Selatan, gerakan masyarakat Muslim Sudan yang anti-AS, merebaknya
solidaritas Muslim Indonesia terhadap saudara-saudara yang tertindas dan
sebagainya, adalah fenomena yang dijadikan media Barat dalam mengkapanyekan
label radikalisme Islam. Tetapi memang tidak bisa dibantah bahwa dalam
perjalanan sejarahnya terdapat kelompok-kelompok Islam tertentu yang
menggunakan jalan kekerasan untuk mencapai tujuan politis atau mempertahankan
paham keagamaannya secara kaku yang dalam bahasa peradaban global sering
disebut kaum radikalisme Islam.
Menurut Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), Ahmad Bagja,
radikalisme muncul karena ketidakadilan yang terjadi di dalam masyarakat.
Kondisi tersebut bisa saja disebabkan oleh negara maupun kelompok lain yang
berbeda paham, juga keyakinan. Pihak yang merasa diperlakukan secara tidak
adil, lalu melakukan perlawanan.
Radikalisme tak jarang menjadi pilihan bagi sebagian kalangan
umat Islam untuk merespons sebuah keadaan. Bagi mereka, radikalisme merupakan
sebuah pilihan untuk menyelesaikan masalah. Namun sebagian kalangan lainnya,
menentang radikalisme dalam bentuk apapun.
Sebab mereka meyakini radikalisme justru tak menyelesaikan
apapun. Bahkan akan melahirkan masalah lain yang memiliki dampak
berkepanjangan. Lebih jauh lagi, radikalisme justru akan menjadikan citra Islam
sebagai agama yang tidak toleran dan sarat kekerasan.
Cendekiawan Muslim, Nazaruddin Umar, mengatakan radikalisme
sebenarnya tak ada dalam sejarah Islam. Sebab selama ini Islam tak menggunakan
radikalisme untuk berinteraksi dengan dunia lain. ‘’Dalam sejarahnya, Nabi
selalu mengajarkan umatnya untuk bersikap lemah lembut,’’ tegasnya.
3.
Agenda
Pemberantasan Isu Gerakan Radikalisme
Perlu diadakan pembinaan yang baik melalui pendidikan untuk
mengantisipasi masuknya pahan radikalisme. Banyak penduduk Indonesia yang
berusia muda dan bila tidak dilakukkan pembinaan yang positf bisa membahayakan.
Faktor yang bisa menimbulkan radikalisme yaitu emosi keagamaan atau solidaritas
keagamaan dan berbahaya bila melekat pada orang yang pengetahuan agamanya
minim. Radikalisme bisa melibatkan semua agama, namun selama ini yang dikenal
sebagai radikal adalah umat Islam. Waspadai setiap ada ajaran dan ajakan yang
mencurigakan seperti umbroh gratis, berjihad, janji-janji kehidupaan yang lebih
baik, ajakan yang mengharuskan menggunakan cadar. Cara merekrut anggota
mendekati kelompok atau organisasi yang se-aliran dan ekonomi pas-pasan,
mencari orang dikampung yang militan dan mengisahkan perjuangan dan mengiming
imingi jihad. Untuk itu, mengharapkan adanya kebersamaan semua elemen
masyarakat khususnya para tokoh agama untuk bersatu.
Apabila ada organisasi mengganggu ketertiban umum, memecah belah
umat dan NKRI, bertentangan dengan ideologi Pancasila, maka Pemerintah harus
campur tangan. Pemerintah untuk tidak sekadar berwacana dalam menangkal
perkembangan ISIS di Indonesia, namun harus berupa tindakan reaktif cepat dan
tepat sasaran. Pemerintah agar menegakan undang-undang terorisme secara
maksimal sehingga terorisme tidak berkembang di Indonesia. Ada 3 komponen yang
berperan penting terhadap situasi suatu negara, yaitu agama, ekonomi dan
politik. ISIS kegiatannya dapat dikategorikan sebagai terorisme dimana terdapat
suatu ancaman, kekerasan dan mengambil hak asasi manusia. Untuk itu, bangsa
Indonesia harus bekerjasama menentang dan melawan untuk meminimalisir dampak
dari ISIS serta mendorong pemerintah untuk mencoba mengurai potret kemunculan
ISIS dengan mencoba membatasi potensi-potensi perkembangan ISIS dari luar,
yakni dengan cara membentengi rumah tangga dari paham-paham yang tidak
dibenarkan oleh agama. Salah satunya bentengi rumah tangga dengan pemahaman
sesuai ajaran Islam melalui pengajian, melalui pendekatan anak dengan orangtua,
dan melalui diskusi-diskusi.
Mahasiswa sebagai agen perubahan memiliki peran penting dalam
mencegah radikalisme. Yang tidak kurang kalah penting adalah revitalisasi
lembaga, badan, dan organisasi kemahasiswaan intra maupun ekstra kampus.
Organisasi-organisasi yang ada di kampus memegang peranan penting untuk
mencegah berkembangnya paham radikalisme ini melalui pemahaman keagamaan dan
kebangsaan yang komprehensif dan kaya makna. Disini peran mahasiswa dalam
mencegah paham radikal berkembang.
Keanggotaan dan aktivisme organisasi merupakan faktor penting
untuk mencegah terjerumusnya seseorang ke dalam gerakan radikal yang ekstrem.
Sebaliknya terdapat gejala kuat para mahasiswa yang non aktivis dan kutu buku
sangat mudah terkesima sehingga segera dapat mengalami cuci otak dan
indoktrinasi pemikiran radikal dan ekstrem. Mereka cenderung naïf dan polos
karena tidak terbiasa berpikir analitis, kritis, seperti lazimnya dalam
kehidupan dunia aktivis.
Penutup
Kalaim
radikalisme muncul sebagai bagian dari fenomena yang dihasilkan oleh sistem
internasional. Ketidakpuasan terhadap keputusan-keputusan organisasi
internasional, seperti halnya PBB yang dalam sudut pandang kelompok Radikalisme
lebih cenderung sebagai representasi kepentingan Negara-negara barat telah
membuat mereka tidak percaya dan frustasi terhadap efektifitas dari
lembaga-lembaga tersebut dalam mengatasi isu-isu global. Ciri-ciri yang Gerakan Radikalisme:
·
Acapkali mengklaim kebenaran tunggal.
·
Cenderung mempersulit agama dengan menganggap ibadah mubah atau
sunnah seakan-akan wajib dan hal yang makruh seakan-akan haram.
·
Mereka kebanyakkan mengalami overdosis agama yang tidak pada
tempatnya. Misalnya, dalam berdakwah mereka mengesampingkan metode gradual,
"step by step", yang digunakan oleh Nabi dan Walisanga.
·
Mudah mengkafirkan orang lain yang berbeda pendapat.
·
Menggunakan cara-cara antara lain seperti : pengeboman,
penculikan, penyanderaan, pembajakan dan sebagainya yang dapat menarik perhatian
massa/publik.
Dengan demikian maka
untuk mencegah lahirnya ambrio-ambrio radikalisme nusnatara maka perlu Perlu
diadakan pembinaan yang baik melalui pendidikan untuk mengantisipasi masuknya
pahan radikalisme. Banyak penduduk Indonesia yang berusia muda dan bila tidak
dilakukkan pembinaan yang positf bisa membahayakan.
DAFTAR PUSTAKA
Alto
Malkmuralto, Dalam Diam Kita Tertindas
“Memperjuangkan Tata Dunia Baru”
Andalas,
Mutiara. 2010. Politik Para Teroris. Yogyakarta : Penerbit
Kanisius
Daldjoeni,
N. 1997. Seluk Beluk Masyarakat Kota : Pusparagam Sosiologi Kota dan
Ekologi Sosial. Bandung : PT. ALUMNI
Pusat
Bahasa Indonesia. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :
Balai Pustaka.
Ritzer,
George dan Douglas J. Goodman. 2005. Teori Sosiologi Modern.
Jakarta : Kencana
SITUS INTERNET:
http://www.definisi-pengertian.com/2015/05/definisi-pengertian-terorisme-sejarah-global.htmlAnton di akses tanggal 23 Agustus 2016
http://www.sarkub.org/2015/03/menelaah-ciri-ciri-penganut-paham.html diakses tanggal 23 Agustus 2016
http://afifulikhwan.blogspot.co.id/2010/01/terorisme.html#sthash.vtzQq2ro.dpuf di akses tanggal 23 Agustus 2016
http://dunia.tempo.co/read/news/2015/03/20/115651469/10-organisasi-teroris-paling-berbahaya-di-duniadi akses tanggal 23 Agustus 2016
http://wahid-hambali.blogspot.co.id/2013/04/radikalisme-makalah.html diakses tanggal 23 Agustus 2016
http://mirajnews.com/id/artikel/opini/ekstremisme-agama-penyebab-dan-solusi/ diakses tanggal 23 Agustus 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar