Rabu, 14 September 2016

BAHAYA LATEN GERAKAN RADIKALISME

BAHAYA LATEN GERAKAN RADIKALISME
(Reflektivitas Terhadap Gerakan Radikalisme Di Nusantara)

Oleh: Muh. Alifuddin
IMM Cabang Bima

Abstrak:
Paham Radikalisme merupakan salah satu ancaman nyata terhadap kehidupan dunia global. Dampak dari gerakan radikal dan teroris dapat berimplikasi terhadap dinamika ekonomi dan politik yang dapat mengalami guncangan yang tidak kecil, sehingga mampu menciptakan rasa tidak aman pada masyarakat luas. Kekerasan yang mengatasnamakan agama/keyakinan sering sering dikaitkan ke dalam ranah radikalisme dan terorisme, semenjak dicetuskannya program Global War on Terror (GWoT) oleh Amerika Serikat setelah peristiwa 11 September 2001. Label kekerasan dan ekstrim yang melekat menciptakan pandangan/asumsi bahwa antara radikalisme dan terorisme (khususnya yang mengatasnamakan agama) memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Radikalisme Islam sebagai fenomena historis-sosiologis merupakan masalah yang banyak dibicarakan dalam wacana politik dan peradaban global akibat kekuatan media yang memiliki potensi besar dalam menciptakan persepsi masyarakat dunia. Banyak label label yang diberikan oleh kalangan Eropa Barat dan Amerika Serikat untuk menyebut gerakan Islam radikal, dari sebutan kelompok garis keras, ekstrimis, militan, Islam kanan, fundamentalisme sampai terrorisme. Bahkan di negara-negara Barat pasca hancurnya ideologi komunisme (pasca perang dingin) memandang Islam sebagai sebuah gerakan dari peradaban yang menakutkan. Tidak ada gejolak politik yang lebih ditakuti melebihi bangkitnya gerakan Islam yang diberinya label sebagai radikalisme Islam. Tuduhan-tuduhan dan propaganda Barat atas Islam sebagai agama yang menopang gerakan radikalisme telah menjadi retorika internasional, karya ini bertujuan untuk menjadi bagian dari renungan kritis (Reflektivitas) bagi penulsi terhadap isu Gerakan Radikalsime dan Terorisme di Dunia maupun di Nusnatara.


Kata Kunci: Gerakan Radikalisme, Reflektivitas Gerakan Radikalisme Nusantara

A.    Pendahuluan
Cikal bakal lahirnya Gerakan terorisme  adalah berawal dari suatu Paham  atau aliran yang di sebut radikalisme, Fenomena radikalisme internasional muncul akibat percaturan politik internasional atau dalam hubungan internasional telah ada sebagai fenomena yang eksistensinya muncul pada era 1960-an ketika aktivitas terorisme telah banyak terjadi di berbagai belahan dunia Kelompok-kelompok yang bermotivasi untuk menentang status quo politik dengan jalan kekerasan dan mengorganisis upaya mereka secara transnasional, melampaui batas-batas wilayah Negara. Akan tetapi, posisi dari Radikalisme yang menciptakan terorisme internasional sekali lagi ditegaskan sebagai non-state actor layaknya MNC, TNC, lembaga-lembaga internasional non-pemerintah, lembaga keuangan maupun organisasi-organisasi pada level internasional lainnya. Dikatakan sebagai aktor bukan Negara pada level internasional, karena pada dasarnya yang terlibat di dalamnya baik anggota, jaringan dan tujuan dari aksinya berada pada skala internasional.                                          
   Kalaim radikalisme muncul sebagai bagian dari fenomena yang dihasilkan oleh sistem internasional. Ketidakpuasan terhadap keputusan-keputusan organisasi internasional, seperti halnya PBB yang dalam sudut pandang kelompok Radikalisme lebih cenderung sebagai representasi kepentingan Negara-negara barat telah membuat mereka tidak percaya dan frustasi terhadap efektifitas dari lembaga-lembaga tersebut dalam mengatasi isu-isu global.
Paham Radikalisme merupakan salah satu ancaman nyata terhadap kehidupan dunia global. Dampak dari gerakan radikal dan teroris dapat berimplikasi terhadap dinamika ekonomi dan politik yang dapat mengalami guncangan yang tidak kecil, sehingga mampu menciptakan rasa tidak aman pada masyarakat luas. Kekerasan yang mengatasnamakan agama/keyakinan sering sering dikaitkan ke dalam ranah radikalisme dan terorisme, semenjak dicetuskannya program Global War on Terror (GWoT) oleh Amerika Serikat setelah peristiwa 11 September 2001. Label kekerasan dan ekstrim yang melekat menciptakan pandangan/asumsi bahwa antara radikalisme dan terorisme (khususnya yang mengatasnamakan agama) memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Khusunya di Nusantara (Indonesia) yang merupakan Negara berkembang dengan sejuta SDM yang melimpah, menjadi target Ekonomi Dunia, lewat itu Negara-Negara Fasis berlindung di bawah sistem kapitalis untuk menguasai suatu wilayah, Indoneisa merupakan Negara yang mayoritas beragama Islam dan salahsatu Negara yang Mayoritas Islam terbesar di Dunia sehingga menjadi ancaman besar bagi Negara-begara Fasis seperti AS dalam menjalankan sistem Raksasanya, sebab akan muncul generasi –generasi Islam yang akan menggugat tentang konspirasi busuknya di hadapan dunia, dengan demikain Negara-Negara Fasis (AS) menciptakan Isu Kekerasan (Radikalsime dan terorisme) adalah sebuah Proyek yang mengintimidasi gerakan Revolusi Islam, Maka dari itu penulis sekedar melakukan “Reflektivitas” terhadap fenomena paham radikalisme, hingga munculnya terorisme di dunia serta di Nusantara yang akhir-akhir ini selalu menjadi kosumsi bagi masyarakat Indonesia, lebih khusunya di Bima yang selalu di sebut sebagai Zona merah (Sarang Teroris).
Karya Ilmiah ini ditulis untuk mengikuti Lomba Karya tulis Ilmiah yang diselenggarakan oleh PDPM Kota Bima di Aula FKUB Kota bima sebagai cikal bakal memotivasi generasi untuk menulis.


B.     Kajian Teoritis
1.      Munculnya Gerakan Radikalisme
Penegertian Radikalisme, Radikalisme dalam artian bahasa berarti paham atau aliran yang mengingikan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Namun, dalam artian lain, esensi radikalisme adalah konsep sikap jiwa dalam mengusung perubahan. Sementara itu Radikalisme Menurut Wikipedia adalah suatu paham yang dibuat-buat oleh sekelompok orang yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan.
Namun bila dilihat dari sudut pandang keagamaan dapat diartikan sebagai paham keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat mendasar dengan fanatisme keagamaan yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang penganut dari paham / aliran tersebut menggunakan kekerasan kepada orang yang berbeda paham / aliran untuk mengaktualisasikan paham keagamaan yang dianut dan dipercayainya untuk diterima secara paksa.
Yang dimaksud dengan radikalisme adalah gerakan yang berpandangan kolot dan sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka. Sementara Islam merupakan agama kedamaian. Islam tidak pernah membenarkan praktek penggunaan kekerasan dalam menyebarkan agama, paham keagamaan serta paham politik.
Munculnya gerakan radikalisme sekitar Sepuluh tahun terkhir dunia (Islam), termasuk Indonesia, terus diguncang berbagai tindakan terorisme, anarkisme, dan radikalisme beragama. Realitas ini jelas bukan sesuatu yang lumrah dan tidak menyenangkan bahkan justru dapat menghancurkan citra Islam. Hal itu secara otomatis telah menjadi tugas bagi para ulama dan pemimpin Islam dunia dengan bersama-sama merapatkan barisan, berpegangan tangan untuk maju bersama dalam membangun dan mengembalikan peran dan posisi Islam sebagai agama yang ´rahmatan Lil alamin.
Sehingga kita mulai bertanya mengapa radikalisme agama itu bisa    terjadi? Mengapa agama dijadikan kendaraan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai hakiki dari agama itu sendiri? radikalisme ditandai tiga kecenderungan umum.   Pertama, radikalisme merupakan respons terhadap kondisi yang berlangsung. Respons ini muncul dalam bentuk evaluasi, penolakan, bahkan perlawanan. Masalah yang ditolak dapat berupa asumsi, ide, lembaga atau nilai-nilai yang dapat bertanggung jawab terhadap kelangsungan keadaan yang ditolak. Kedua, radikalisme tak berhenti berhenti pada upaya penolakan, melainkan terus berupaya mengganti tatanan lain. Ciri ini menunjukkan dalam radikalisme terkandung pandangan tersendiri. Kaum radikalis berupaya kuat menjadikan tatanan tersebut ganti dari tatanan yang sudah ada.
Ciri-ciri yang mengakibtakan munculnya Gerakan Radikalisme yakni:
1)      Acapkali mengklaim kebenaran tunggal. Sehingga mereka dengan mudahnya menyesatkan kelompok lain yang tak sependapat dengannya. Mereka memposisikan diri seolah-olah "nabi" yang diutus oleh Tuhan untuk meluruskan kembali manusia yang tak sepaham dengannya.
2)      Cenderung mempersulit agama dengan menganggap ibadah mubah atau sunnah seakan-akan wajib dan hal yang makruh seakan-akan haram. Sebagai contoh ialah fenomena memanjangkan jenggot dan meninggikan celana di atas mata kaki. Bagi mereka ini adalah hal yang wajib. Jadi mereka lebih cenderung fokus terhadap kulit dari pada isi.
3)      Mereka kebanyakkan mengalami overdosis agama yang tidak pada tempatnya. Misalnya, dalam berdakwah mereka mengesampingkan metode gradual, "step by step", yang digunakan oleh Nabi. Sehingga bagi orang awam, mereka cenderung kasar dalam berinteraksi, keras dalam berbicara dan emosional dalam menyampaikan. Tetapi bagi mereka sikap itu adalah sebagi wujud ketegasan, ke-konsistenan dalam berdakwah, dan menjunjung misi "Amar Ma'aruf Nahi Munkar". Sungguh suatu sikap yang kontra produktif bagi perkembangan dakwah Islam ke depannya.
4)      Mudah mengkafirkan orang lain yang berbeda pendapat. Mereka mudah berburuk sangka kepada orang lain yang tak sepaham dengan pemikiran serta tindakkannya. Mereka cenderung memandang dunia ini hanya dengan dua warna saja, yaitu hitam dan putih.
5)      Menggunakan cara-cara antara lain seperti: pengeboman, penculikan, penyanderaan, pembajakan dan sebagainya yang dapat menarik perhatian massa/publik.
Radikalisme muncul dengan Tujuan mengadakan perubahan sampai keakarnya dan untuk ini selalu menggunakan metode kekerasan serta menentang struktur masyarakat yang ada. Mempunyai program yang cermat dan memiliki landasan filsafat unutk membenarkan adanya rasa ketidakpuasan dan mengintrodusir inovasi-inovasi. Radikalisme erat sekali hubungannya dengan revolusi.
2.      Reflektivitas Terhadap Gerakan Radikalisme Nusantara
Munculnya isu-isu politis mengenai radikalisme Islam merupakan tantangan baru bagi umat Islam untuk menjawabnya. Isu radikalisme Islam ini sebenarnya sudah lama mencuat di permukaan wacana internasional.
 Radikalisme Islam sebagai fenomena historis-sosiologis merupakan masalah yang banyak dibicarakan dalam wacana politik dan peradaban global akibat kekuatan media yang memiliki potensi besar dalam menciptakan persepsi masyarakat dunia. Banyak label label yang diberikan oleh kalangan Eropa Barat dan Amerika Serikat untuk menyebut gerakan Islam radikal, dari sebutan kelompok garis keras, ekstrimis, militan, Islam kanan, fundamentalisme sampai terrorisme. Bahkan di negara-negara Barat pasca hancurnya ideology komunisme (pasca perang dingin) memandang Islam sebagai sebuah gerakan dari peradaban yang menakutkan. Tidak ada gejolak politik yang lebih ditakuti melebihi bangkitnya gerakan Islam yang diberinya label sebagai radikalisme Islam. Tuduhan-tuduhan dan propaganda Barat atas Islam sebagai agama yang menopang gerakan radikalisme telah menjadi retorika internasional.
Label radikalisme bagi gerakan Islam yang menentang Barat dan sekutu-sekutunya dengan sengaja dijadikan komoditi politik. Gerakan perlawanan rakyat Palestina, Revolusi Islam Iran, Partai FIS Al-Jazair, perilaku anti-AS yang dipertunjukkan Mu’ammar Ghadafi ataupun Saddam Hussein, gerakan Islam di Mindanao Selatan, gerakan masyarakat Muslim Sudan yang anti-AS, merebaknya solidaritas Muslim Indonesia terhadap saudara-saudara yang tertindas dan sebagainya, adalah fenomena yang dijadikan media Barat dalam mengkapanyekan label radikalisme Islam. Tetapi memang tidak bisa dibantah bahwa dalam perjalanan sejarahnya terdapat kelompok-kelompok Islam tertentu yang menggunakan jalan kekerasan untuk mencapai tujuan politis atau mempertahankan paham keagamaannya secara kaku yang dalam bahasa peradaban global sering disebut kaum radikalisme Islam.
Menurut Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), Ahmad Bagja, radikalisme muncul karena ketidakadilan yang terjadi di dalam masyarakat. Kondisi tersebut bisa saja disebabkan oleh negara maupun kelompok lain yang berbeda paham, juga keyakinan. Pihak yang merasa diperlakukan secara tidak adil, lalu melakukan perlawanan.
Radikalisme tak jarang menjadi pilihan bagi sebagian kalangan umat Islam untuk merespons sebuah keadaan. Bagi mereka, radikalisme merupakan sebuah pilihan untuk menyelesaikan masalah. Namun sebagian kalangan lainnya, menentang radikalisme dalam bentuk apapun.
Sebab mereka meyakini radikalisme justru tak menyelesaikan apapun. Bahkan akan melahirkan masalah lain yang memiliki dampak berkepanjangan. Lebih jauh lagi, radikalisme justru akan menjadikan citra Islam sebagai agama yang tidak toleran dan sarat kekerasan.
Cendekiawan Muslim, Nazaruddin Umar, mengatakan radikalisme sebenarnya tak ada dalam sejarah Islam. Sebab selama ini Islam tak menggunakan radikalisme untuk berinteraksi dengan dunia lain. ‘’Dalam sejarahnya, Nabi selalu mengajarkan umatnya untuk bersikap lemah lembut,’’ tegasnya.
3.      Agenda Pemberantasan Isu Gerakan Radikalisme
Perlu diadakan pembinaan yang baik melalui pendidikan untuk mengantisipasi masuknya pahan radikalisme. Banyak penduduk Indonesia yang berusia muda dan bila tidak dilakukkan pembinaan yang positf bisa membahayakan. Faktor yang bisa menimbulkan radikalisme yaitu emosi keagamaan atau solidaritas keagamaan dan berbahaya bila melekat pada orang yang pengetahuan agamanya minim. Radikalisme bisa melibatkan semua agama, namun selama ini yang dikenal sebagai radikal adalah umat Islam. Waspadai setiap ada ajaran dan ajakan yang mencurigakan seperti umbroh gratis, berjihad, janji-janji kehidupaan yang lebih baik, ajakan yang mengharuskan menggunakan cadar. Cara merekrut anggota mendekati kelompok atau organisasi yang se-aliran dan ekonomi pas-pasan, mencari orang dikampung yang militan dan mengisahkan perjuangan dan mengiming imingi jihad. Untuk itu, mengharapkan adanya kebersamaan semua elemen masyarakat khususnya para tokoh agama untuk bersatu.
Apabila ada organisasi mengganggu ketertiban umum, memecah belah umat dan NKRI, bertentangan dengan ideologi Pancasila, maka Pemerintah harus campur tangan. Pemerintah untuk tidak sekadar berwacana dalam menangkal perkembangan ISIS di Indonesia, namun harus berupa tindakan reaktif cepat dan tepat sasaran. Pemerintah agar menegakan undang-undang terorisme secara maksimal sehingga terorisme tidak berkembang di Indonesia. Ada 3 komponen yang berperan penting terhadap situasi suatu negara, yaitu agama, ekonomi dan politik. ISIS kegiatannya dapat dikategorikan sebagai terorisme dimana terdapat suatu ancaman, kekerasan dan mengambil hak asasi manusia. Untuk itu, bangsa Indonesia harus bekerjasama menentang dan melawan untuk meminimalisir dampak dari ISIS serta mendorong pemerintah untuk mencoba mengurai potret kemunculan ISIS dengan mencoba membatasi potensi-potensi perkembangan ISIS dari luar, yakni dengan cara membentengi rumah tangga dari paham-paham yang tidak dibenarkan oleh agama. Salah satunya bentengi rumah tangga dengan pemahaman sesuai ajaran Islam melalui pengajian, melalui pendekatan anak dengan orangtua, dan melalui diskusi-diskusi.
Mahasiswa sebagai agen perubahan memiliki peran penting dalam mencegah radikalisme. Yang tidak kurang kalah penting adalah revitalisasi lembaga, badan, dan organisasi kemahasiswaan intra maupun ekstra kampus. Organisasi-organisasi yang ada di kampus memegang peranan penting untuk mencegah berkembangnya paham radikalisme ini melalui pemahaman keagamaan dan kebangsaan yang komprehensif dan kaya makna. Disini peran mahasiswa dalam mencegah paham radikal berkembang.
Keanggotaan dan aktivisme organisasi merupakan faktor penting untuk mencegah terjerumusnya seseorang ke dalam gerakan radikal yang ekstrem. Sebaliknya terdapat gejala kuat para mahasiswa yang non aktivis dan kutu buku sangat mudah terkesima sehingga segera dapat mengalami cuci otak dan indoktrinasi pemikiran radikal dan ekstrem. Mereka cenderung naïf dan polos karena tidak terbiasa berpikir analitis, kritis, seperti lazimnya dalam kehidupan dunia aktivis.

Penutup
 Kalaim radikalisme muncul sebagai bagian dari fenomena yang dihasilkan oleh sistem internasional. Ketidakpuasan terhadap keputusan-keputusan organisasi internasional, seperti halnya PBB yang dalam sudut pandang kelompok Radikalisme lebih cenderung sebagai representasi kepentingan Negara-negara barat telah membuat mereka tidak percaya dan frustasi terhadap efektifitas dari lembaga-lembaga tersebut dalam mengatasi isu-isu global.  Ciri-ciri yang Gerakan Radikalisme:
·         Acapkali mengklaim kebenaran tunggal.
·         Cenderung mempersulit agama dengan menganggap ibadah mubah atau sunnah seakan-akan wajib dan hal yang makruh seakan-akan haram.
·         Mereka kebanyakkan mengalami overdosis agama yang tidak pada tempatnya. Misalnya, dalam berdakwah mereka mengesampingkan metode gradual, "step by step", yang digunakan oleh Nabi dan Walisanga.
·         Mudah mengkafirkan orang lain yang berbeda pendapat.
·         Menggunakan cara-cara antara lain seperti : pengeboman, penculikan, penyanderaan, pembajakan dan sebagainya yang dapat menarik perhatian massa/publik.
Dengan demikian maka untuk mencegah lahirnya ambrio-ambrio radikalisme nusnatara maka perlu Perlu diadakan pembinaan yang baik melalui pendidikan untuk mengantisipasi masuknya pahan radikalisme. Banyak penduduk Indonesia yang berusia muda dan bila tidak dilakukkan pembinaan yang positf bisa membahayakan.










DAFTAR PUSTAKA

Alto Malkmuralto, Dalam Diam Kita Tertindas “Memperjuangkan Tata Dunia Baru”

Andalas, Mutiara. 2010. Politik Para Teroris. Yogyakarta : Penerbit Kanisius

Daldjoeni, N. 1997. Seluk Beluk Masyarakat Kota : Pusparagam Sosiologi Kota dan Ekologi Sosial. Bandung : PT. ALUMNI

Pusat Bahasa Indonesia. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Ritzer, George dan  Douglas J. Goodman.  2005. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Kencana

SITUS INTERNET:
https://id.wikipedia.org/wiki/Radikalisme diakses tanggal 18 Agustus 2015


Tidak ada komentar:

Posting Komentar